Kisah Yuni Membersamai Jemaah Lansia: Merawat dengan Cinta di Tanah Suci

Muslimah17 Views

Perjalanan haji bukan hanya ritual ibadah yang penuh dengan tuntunan dan pengorbanan fisik, tetapi juga medan ujian pengabdian dan empati. Di antara derap kaki jutaan jamaah yang menyusuri tanah haram, ada sosok-sosok luar biasa yang hadir sebagai pelita—menyemai kasih, merawat dengan ketulusan, dan mendampingi dengan kesabaran. Salah satunya adalah Yuni, seorang bidan dan dosen, yang mengabdikan diri sebagai petugas Safari Wukuf 2025. Kisahnya bukan tentang kehebatan, tetapi tentang cinta dalam kerja dan pengabdian tanpa syarat.

Latar Belakang Yuni: Dari Dosen Hingga Petugas Safari Wukuf

Memilih untuk Mengabdi, Bukan Diminta

Yuni bukanlah perempuan biasa. Ia adalah seorang dosen di salah satu institusi kesehatan di Indonesia dan juga seorang bidan profesional. Namun pada musim haji 2025, ia memilih sesuatu yang jauh dari kenyamanan: menjadi petugas pendamping jemaah lansia dan disabilitas. Bukan karena perintah atau penugasan biasa, melainkan karena niat sendiri. Ia “meminta” ditugaskan di lini terdepan, merawat jemaah yang fisiknya telah menua namun semangat ibadahnya membara.

Menjadi Safari Wukuf: Di Antara Peluh dan Doa

Tugas Safari Wukuf bukan hal sepele. Petugas di lini ini harus siaga 24 jam, mendampingi jemaah yang memiliki keterbatasan fisik dan psikis. Termasuk mereka yang memakai kursi roda, berjalan dengan bantuan tongkat, atau mengalami demensia. Yuni bukan sekadar menjalankan tugas administratif, tetapi merawat, menyemangati, memapah, dan menenangkan dengan penuh cinta.

Menyusuri Hari-Hari Bersama Para Lansia

Di Hotel Jemaah: Cerita Haru dan Tawa

Setiap hari, Yuni mendatangi kamar demi kamar jemaah lansia. Ada yang kesulitan bangun, ada pula yang rewel karena kehilangan barang atau bingung arah kiblat. Ia dengan sabar menyuapi jemaah yang tak mampu makan sendiri, mengganti popok lansia yang tak bisa menahan buang air, dan menjadi tempat curhat bagi mereka yang merasa kesepian jauh dari keluarga.

Salah satu kisah menyentuh datang dari Nenek Maria, 81 tahun, yang setiap pagi selalu menanyakan apakah cucunya sudah tiba dari Indonesia. Yuni tak pernah bosan menjawab dengan lembut dan pelan, menenangkan hati seorang lansia yang terjebak dalam kabut ingatan masa lalu.

Menghadapi Tantangan: Ketika Demensia Membuat Segalanya Rumit

Ada pula pengalaman menghadapi jemaah dengan gangguan ingatan parah. Seorang jemaah, Nenek Rudi (nama samaran), kerap menghilang dari kamar karena lupa di mana ia tinggal. Yuni dan tim berulang kali harus mencarinya, menyapanya dengan nama, lalu memapahnya kembali sambil menenangkan agar tidak panik. Ia tidak hanya merawat tubuh, tetapi juga memeluk jiwa-jiwa yang rapuh.

Safari Wukuf: Misi Ibadah dan Kemanusiaan di Arafah

Memandikan dan Menyiapkan Jemaah untuk Wukuf

Puncak tugas berat Yuni terjadi saat Safari Wukuf. Di Padang Arafah, ia harus memastikan para jemaah lansia yang dibawa dengan ambulans tetap bisa menjalani wukuf walau terbatas. Ia memandikan mereka, mengganti pakaian ihram, menyeka keringat, dan membacakan niat bagi mereka yang tak lagi mampu mengucap dengan lancar.

Menemani Lontar Jumrah hingga Tawaf Ifadah

Setelah Arafah, perjuangan berlanjut ke Muzdalifah dan Mina. Yuni tak hanya menggendong barang jemaah, tetapi juga memegangi tangan mereka ketika melontar jumrah. Di Masjidil Haram, ia memastikan tawaf ifadah tetap bisa dilakukan, meski dengan bantuan kursi roda. Bahkan ketika fisiknya mulai lelah, Yuni tetap menjaga senyuman. Karena baginya, ibadah para lansia ini adalah amanah yang harus ditunaikan sepenuh hati.

Cinta dalam Profesi: Antara Tugas dan Panggilan Jiwa

Dedikasi Tanpa Batas

Bekerja sebagai petugas Safari Wukuf berarti tidak mengenal waktu. Yuni seringkali tak tidur hingga larut malam demi memastikan semua jemaah tertangani. Ia membawa vitamin, menyiapkan bubur, hingga mendengar keluh kesah yang berulang-ulang. Ia tak mengeluh, karena cinta pada tugas telah menjadi ruh dalam setiap tindakan.

Menghadirkan Senyum di Wajah yang Letih

Yuni tidak hanya bertugas, tapi juga menciptakan keceriaan. Ia membawa foto keluarga para jemaah yang dikirim melalui WhatsApp untuk menyemangati mereka. Ia memutar murotal agar jemaah merasa tenang, dan kadang membaca doa bersama agar hati mereka terisi damai. Bagi Yuni, haji bukan hanya ibadah personal, tapi perjalanan kolektif menuju rahmat Allah.

Kesaksian Para Lansia: Pelayanan yang Menyentuh Kalbu

Ungkapan Syukur dan Air Mata

Banyak dari jemaah lansia yang akhirnya bisa menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji, berkat pendampingan seperti yang dilakukan Yuni. Mereka menangis haru saat kembali ke hotel. Ada yang memeluknya erat, ada pula yang berdoa dengan lirih: “Semoga Allah membalas semua kebaikanmu, Nak…”

Sebuah Panggilan Mulia

Tidak sedikit jemaah yang menyebut Yuni sebagai “anak malaikat”. Julukan itu bukan untuk memuji secara berlebihan, tapi untuk menggambarkan betapa penting dan mendalamnya dampak dari pelayanan yang tulus. Di tanah suci, cinta bukan sekadar perasaan, tapi aksi nyata yang menyentuh jiwa.

Refleksi: Merawat Lansia Adalah Jalan ke Surga

Mengikuti Jejak Nabi dalam Merawat yang Lemah

Rasulullah SAW mengajarkan agar kita memuliakan orang tua dan membantu yang lemah. Yuni telah menerjemahkan nilai ini dalam tindakan nyata. Ia menjadikan pekerjaannya sebagai jalan menuju keridhaan Allah, bukan sekadar rutinitas.

Sebuah Teladan untuk Generasi Muda

Kisah Yuni adalah pengingat bagi generasi muda bahwa pelayanan kemanusiaan tidak hanya dilakukan di rumah sakit atau di kampus, tetapi juga di tanah suci, di tengah jutaan manusia yang sedang berjuang menuju ampunan Tuhan. Di sana, cinta diuji dan ditumbuhkan dalam sunyi, di antara deru napas dan peluh pengabdian.

Cinta yang Melebur di Tanah Haram

Perjalanan haji Yuni sebagai petugas Safari Wukuf bukan sekadar catatan pengalaman kerja, melainkan kisah cinta tanpa syarat kepada manusia. Ia merawat jemaah lansia bukan karena kewajiban, tetapi karena panggilan jiwa. Di tengah tantangan, ia menunjukkan bahwa cinta adalah bahasa universal yang menembus batas usia, bahasa, dan kemampuan.

Semoga kisah ini tidak hanya menjadi inspirasi, tetapi juga penggerak hati kita semua untuk lebih peduli, lebih berempati, dan lebih ikhlas dalam setiap tugas. Karena mungkin, surga bukan hanya di ujung ibadah kita, tapi di tengah-tengah orang-orang lemah yang kita bantu bangkit dalam doa dan cinta.