Mimbar Rasulullah SAW merupakan salah satu peninggalan paling bersejarah dalam dunia Islam. Benda ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat Nabi Muhammad SAW menyampaikan khutbah, melainkan juga simbol otoritas, penyebaran risalah, dan saksi bisu perjalanan dakwah Islam di Madinah. Dalam artikel ini, kita akan mengulas asal-usul, makna, transformasi, dan keberadaan mimbar Rasulullah SAW dalam dimensi sejarah dan spiritualitas.
Asal Usul dan Fungsi Awal Mimbar Rasulullah SAW
Mimbar Pertama di Masjid Nabawi
Pada masa awal kedatangan Rasulullah SAW di Madinah, khutbah disampaikan dengan cara berdiri sambil bersandar pada batang kurma. Namun seiring bertambahnya jamaah, kebutuhan untuk media penyampaian yang lebih efektif menjadi penting. Maka dibuatlah mimbar pertama dari kayu, terdiri dari tiga anak tangga, sesuai permintaan Rasulullah SAW. Dari situlah istilah “mimbar Rasulullah” lahir sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah Masjid Nabawi.
Simbol Komunikasi dan Kepemimpinan
Mimbar tidak hanya tempat fisik untuk berbicara. Di masa Rasulullah, mimbar berfungsi sebagai sarana menyampaikan wahyu, arahan politik, dan strategi komunitas. Ini menjadikannya simbol kepemimpinan kenabian yang menyatu antara agama dan pemerintahan.
Makna Spiritual dan Simbolis Mimbar Rasulullah SAW
Dekat dengan Posisi Surgawi
Salah satu hadis sahih menyebutkan:
“Antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga (raudhah min riyadhil jannah).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjadikan keberadaan mimbar Rasulullah sebagai bagian dari lokasi paling mulia di bumi, yaitu Raudhah. Maka, mimbar ini tidak sekadar kayu bertangga, tetapi poros spiritual dalam masjid dan sejarah peradaban Islam.
Sumber Keberkahan dan Perjuangan
Mimbar juga menjadi tempat penuh keberkahan karena dari sanalah ajaran-ajaran Islam disampaikan langsung oleh Nabi. Suaranya menggetarkan hati para sahabat dan membakar semangat jihad, ilmu, dan amal saleh.
Perkembangan dan Pemeliharaan Mimbar Sepeninggal Nabi
Masa Khalifah dan Dinasti Islam
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, mimbar tetap digunakan oleh para khalifah penerus. Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, mimbar ini ditinggikan jumlah anak tangganya, namun tetap menjaga bentuk dasarnya. Dinasti Abbasiyah, Mamluk, dan Utsmani melakukan perawatan dan pelapisan ulang sebagai bentuk penghormatan.
Masa Kekinian: Mimbar Tetap Dijaga
Kini, mimbar Rasulullah yang asli disimpan dan tidak lagi digunakan untuk khutbah Jumat. Mimbar yang digunakan saat ini merupakan replikasi dengan tetap menjaga bentuk asli. Pemerintah Saudi memelihara benda bersejarah ini dengan sangat hati-hati karena nilai historis dan sakralnya.

Posisi Mimbar dalam Struktur Masjid Nabawi
Letak di Antara Rumah Nabi dan Kuburannya
Mimbar Rasulullah berada tidak jauh dari kamar (rumah) beliau yang kini menjadi tempat peristirahatan terakhir Nabi. Posisi ini memperkuat makna simbolik Raudhah sebagai tempat penuh kemuliaan.
Orientasi Jamaah dan Imam
Secara arsitektur, posisi mimbar menentukan arah penglihatan jamaah ketika mendengarkan khutbah. Oleh karena itu, sejak awal Islam, letak mimbar selalu dipertimbangkan dengan seksama untuk menciptakan keterhubungan antara imam dan jamaah.
Mimbar Rasulullah dalam Kajian Ulama dan Sejarahwan
Tafsir Ulama Klasik
Banyak mufassir dan ulama hadis seperti Imam Nawawi, Ibn Hajar al-Asqalani, hingga al-Qurtubi menganggap mimbar sebagai manifestasi kekuatan lisan Rasul dalam menyampaikan wahyu dan hukum. Mereka menyebutnya sebagai “kursi ilmu dan kebijakan”.
Kajian Sejarah Modern
Sejarawan kontemporer menyebut mimbar ini sebagai representasi evolusi komunikasi dakwah Islam. Dari mimbar inilah Islam menyebar ke seluruh Jazirah Arab, bahkan dunia. Maka, setiap replikasi mimbar di masjid modern sebetulnya adalah penghormatan kepada mimbar Nabi.
Keutamaan Shalat dan Ibadah di Dekat Mimbar Rasulullah
Keistimewaan Raudhah
Raudhah yang mencakup area antara rumah Nabi dan mimbar menjadi tempat paling dicari oleh peziarah. Beribadah di dekat mimbar Rasulullah dipercaya memberi limpahan pahala dan ketenangan spiritual.
Pengaruh Emosional dan Spiritual
Banyak jamaah yang menangis dan merasakan kedamaian luar biasa saat duduk di dekat mimbar. Ini menunjukkan dimensi emosional dan batiniah yang sangat dalam terhadap peninggalan Rasul.
Mimbar Rasulullah sebagai Jejak Dakwah Abadi
Mimbar Rasulullah SAW bukan sekadar peninggalan benda, melainkan simbol abadi dari perjuangan, ilmu, dan kepemimpinan yang diwariskan kepada umat Islam. Dari sanalah risalah Islam bergema, menyentuh hati manusia, dan membentuk peradaban.
Menjaga, menghormati, dan memahami mimbar Rasulullah berarti menjaga warisan kenabian. Semoga generasi kini dan mendatang tidak sekadar mengabadikannya sebagai artefak sejarah, tetapi terus meneladaninya sebagai sumber cahaya dalam kehidupan dunia dan akhirat.