Search
Close this search box.

Apa Itu Haji Furodha Dan Haji Ziarah

Catatan PPIH untuk Perbaikan Layanan Haji di 2020

aet.co.id – Terdapat beberapa keuntungan dan kerugian menggunakan jalur Haji Khusus Non Kuota. Salah satu keuntungannya adalah tidak perlu antri menggunakan kuota, namun resiko yang sebanding adalah gagalnya Jemaah ke tanah suci kalau visa tidak dikeluarkan oleh KBSA. Kisah di tahun 1433 H (2012) cukup mendominasi media di musim haji adalah gagalnya ribuan (travel menyebut angka 19.000, anggota DPR menyebut 3.500) calon Jemaah haji karena tidak mendapatkan visa dari KBSA. Salah satu sebab dari gagalnya ribuan Jemaah haji tersebut adalah adanya surat kesepahaman antara Kemenag RI dan Kementrian Urusan Haji Arab Saudi yang hanya memberikan visa untuk Pejabat dan VIP dan tidak diberikan kepada jamaah yang dikelola travel. Pemerintah Indonesia memang berusaha keras untuk memberantas haji non-kuota karena menurut pemerintah Indonesia menjadi beban ketika berada di tanah suci, terutama apabila tidak dikelola dengan baik oleh travel. Beberapa Jemaah ditelantarkan di tanah suci karena travel yang tidak kompeten dan ada permainan untuk mendapatkan visa. Sudah sejak lama Kementrian Agama disinyalir menjadi salah satu sarang korupsi, dan proyek tahunan terbesar seperti haji menjadi target utamanya. Belakangan, Menteri Agama Suryadharma Ali tersandung kasus korupsi Haji di tahun 2012 ketika ribuan haji jalur non kuota gagal berangkat (lihat juga disini). Salah satu yang dilakukannya adalah dengan memasukkan istrinya sebagai petugas haji dan mendapatkan gaji dari negara. Bayangkan, sudah naik haji gratis, tidak urut nomor antrian, dibayar pula. Ketika menemui masalah, akan kembali ke perwakilan “resmi” Indonesia. Selain itu, Jemaah Haji non Kuota juga dianggap memotong antrian menggunakan system Kuota.

 

Disisi lainnya, Jemaah haji Non Kuota yang cukup kompeten menganggap pembatasan Jemaah Haji Non Kuota adalah bukti “keirian” pemerintah Indonesia. Menurut mereka, pemerintah Indonesia gagal menyediakan fasilitas dan akomodasi yang lebih baik dari mereka di tanah suci. Travel penyelenggara haji khusus dapat memilih penerbangan, hotel, transportasi dan fasilitas lain secara bebas sehingga kenyamanan Jemaah haji menjadi prioritas mereka. Memang pada umumnya, fasilitas Jemaah Haji Khusus Non Kuota lebih baik daripada Jemaah Haji Khusus Kuota, apalagi jika dibandingkan dengan Jemaah Haji Reguler. Seandainya ada beberapa yang terlantar beberapa saat, misalnya harus menunggu bus di Jeddah, jumlahnya tidak signifikan.

 

Setiap tahun, Jemaah Haji Khusus non-Kuota ini selalu ada karena pemberian visa adalah kewenangan KBSA. Jemaah haji yang ingin kepastian keberangkatan, dapat memilih haji regular atau Haji Khusus Kuota. Bagi yang ingin bertaruh dengan resiko gagal berangkat, silakan memilih Haji Khusus Non Kuota. Untuk sebagian kecil kalangan, haji non-kuota juga lebih mensucikan haji karena dana langsung disetor ke travel yang tidak masuk system perbankan konvensional yang dipakai Kementrian Agama untuk mengurus uang haji reguler dan haji khusus karena masih menggunakan rekening di bank umum. Tentu saja, saat ini banyak dana haji yang dikelola bank syariah dengan metode bagi hasil.

 

Calon Jemaah haji harus berhati-hati untuk memastikan namanya masuk dalam system kuota pemerintah dengan mendapatkan nomor porsi. Cara pendaftaran Haji khusus kuota dan non-kuota sama. Bedanya, pada haji khusus kuota dana yang disetorakan calon jamaah disetorkan ke pemerintah sementara di haji non-kouta dana calon jamaah dikelola travel secara mandiri. Jemaah juga harus berhati-hati lagi jika menggunakan kouta negara lain, seperti Filipina yang digagalkan tahun 2016.

 

Program haji khusus ini terbagi dua, ada yang namanya haji visa ziarah dan haji visa furoda. Berikut akan dijabarkan:

 

HAJI VISA FURODA

Haji Furoda adalah satu-satunya program haji non kuota yang resmi dan terdaftar dalam kuota calon jamaah haji oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi dan menggunakan visa khusus yaitu visa furoda. Visa haji furoda yang diberikan kepada para calon jamaah secara umum seluruh negara. Di sini, calon jamaah haji harus membayar paket programnya seperti halnya jika mengikuti program Haji Reguler kuota pemerintah. Fasilitas yang didapatkan pun jauh lebih baik dibandingkan haji reguler. Mulai dari hotelnya bintang lima, jarak hotel lebih dekat, makanan di hotel full board dan juga ada layanan medis dari dokter resmi dari Kemenag RI.

 

Akan tetapi harga atau biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan Haji visa Furoda jauh lebih mahal dibandingkan program haji reguler. Untuk AET Travel Indonesia, harga Haji visa furoda adalah $16.500.

HAJI VISA ZIARAH

Haji Visa Ziarah memanfaatkan visa ziarah sebagai izin masuk ke tanah suci. Namun, jamaah yang menggunakan visa ziarah ini tidak terdaftar sebagai jamaah Haji Resmi yang tercatat dalam Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Dan bahkan, visa yang digunakan pun bukan untuk menunaikan ibadah haji.

 

Oleh karena statusnya yang tidak resmi, diluar kuota jamaah haji yang ditetapkan, maka akan banyak resiko yang akan dihadapi. Apa sajakah resikonya?

  • Saat masih berada di negara asal, resiko pembatalan keberangkatan bisa terjadi.
  • Saat berada di Tanah Suci, jamaah akan menghadapi resiko dideportasi, dikembalikan ke negara asal yang berarti proses pelaksanaan ibadah haji batal ditunaikan.
  • Andai lolos dari proses izin masuk diatas, jamaah pun harus menghadapi bayang-bayang dikejar-kejar dan ditangkap petugas keamanaan di Tanah Suci.

 

Akan tetapi, seperti halnya haji furoda, fasilitas yang didapatkan haji visa ziarah pun jauh lebih baik dibandingkan haji regular, dan setara dengan haji furoda. Mulai dari hotelnya bintang lima, jarak hotel lebih dekat, dan makanan di hotel full board. Untuk AET Travel Indonesia, harga haji visa ziarah adalah $13.500.

 

ASPEK KEMANAN

Oleh karena program ini merupakan program haji resmi, aspek keamanan Haji Visa Furoda lebih terjamin. Jamaah tidak perlu takut akan dideportasi, karena statusnya bukan jamaah haji regular pemerintah. Dan jamaah selalu dipantau oleh pemerintah Saudi.